Jika Rasa Syukur Butuh Inspirasi, Maka Cobalah Kunjungi Tempat Ini.
Oleh : Fitria Lusanda
Panti. Apa yang terbersit di benak kita saat mendengar kata ini? Ya, sebuah bangunan tempat berlindung bagi sebagian kaum marjinal. Tempat dimana pengharapan hidup penghuninya disandarkan. Ada beberapa jenis panti yang kita ketahui, seperti panti sosial, panti asuhan, panti werdha, dan panti laras. Diantara panti-panti tersebut ada yang dinaungi oleh pemerintah dan ada pula yang bernaung di bawah atap sebuah yayasan. Terinspirasi setelah kerap melihat pertanyaan di aplikasi peta daring perihal prosedur mengunjungi Panti Asuhan Anak Tunas Bangsa, maka saya mengulas kunjungan singkat saya ke panti yang terletak di bilangan Jakarta Timur tersebut. Tanggal 5 Oktober 2017 saya berkesempatan untuk mengunjungi Panti Asuhan Anak Tunas Bangsa. Setiap bulan muharram, sekolah tempat saya mengajar selalu mengunjungi panti-panti untuk berbagi dengan anak-anak asuh di sana.
Beberapa hari sebelum berkunjung, saya menelepon Panti Asuhan Anak Tunas Bangsa untuk mendapatkan jadwal kunjungan. Hari itu, cuaca sangat cerah dan sinar mentari mengiringi langkah saya dan rombongan yang siap berbagi keceriaan dengan anak-anak asuh di panti. Setibanya di sana, kami disambut oleh seorang wanita paruh baya yang merupakan petugas panti sekaligus pemandu kami selama kunjungan. Saya bercakap-cakap sebentar dengannya, beliau mengatakan bahwa sedang menunggu satu rombongan lagi yang akan berkunjung. Tak menunggu lama, datang sebuah mobil berjenis mpv yang ternyata adalah rombongan yang sedang kami tunggu.
Kemudian, petugas mengajak kami untuk berkeliling area panti. Menelusuri jalan di samping ruangan tamu dan menaiki anak tangga menuju lantai 2, tibalah kami di ruangan pertama, yaitu ruang khusus bayi, di kaca bagian depan ruangan terpampang informasi tentang bayi-bayi tersebut, seperti nama, tanggal lahir, dan usia. Di dindingnya juga terpasang botol berisi cairan pembersih tangan, untuk digunakan oleh perawat yang akan memasuki ruangan bayi, agar tangannya sudah dalam keadaan steril ketika bersentuhan dengan para bayi.
Karena pengunjung hanya diperkenankan untuk mengamati dari luar ruangan melalui kaca jendela, terlihat sekitar 10 bayi tertidur dengan nyaman di tempat tidur masing-masing. Sedari kecil mereka sudah dilatih untuk mandiri, bagaimana tidak, sang bayi yang seharusnya mendapat kasih sayang dan perawatan utuh dari orang tuanya, pada kenyataannya hanya ditemani satu orang perawat untuk mengurus kebutuhan mereka. “Ini banyak ya, ada yang ditemuin di kardus, di musola, di depan rumah orang, semuanya kita bawa ke panti, diurus di sini”, petugas menjelaskan kepada kami.
Selesai melihat ruang bayi, kami diajak menaiki tangga untuk menuju ke ruangan selanjutnya, yaitu ruangan untuk anak batita, sama seperti di ruangan sebelumnya, pengunjung hanya diperkenankan untuk mengamati melalui kaca jendela. Perasaan haru menyeruak dan mata saya menjadi hangat ketika melihat mereka berguling-guling sambil memegang botol susu, tertawa, menangis, dan menatap kami dari dalam ruangan itu. Terlintas di benak saya tentang bagaimana perasaan orang tua mereka andaikan menyaksikan bayi yang dahulu mereka tinggalkan kini telah tumbuh menjadi seorang anak yang lucu dan menggemaskan.
Interaksi antara pengunjung dan anak asuh melalui kaca di depan ruang batita
Selepas dari ruangan batita, kami menuju ke sebuah ruang bermain anak yang letaknya tidak jauh dari lapangan milik panti. Dapat saya lihat melalui jendela, beberapa anak berusia sekitar 4-5 tahun sedang bercanda dan berlarian, sementara yang lainnya sedang menunggu giliran untuk dipotong kukunya oleh perawat. “Ibu dan adik-adik bisa masuk ke dalam, main sama anak-anak”, demikian arahan dari petugas. Melihat kedatangan kami, seorang perawat membukakan pintu, kemudian kami diizinkan masuk. Seusai melepas alas kaki, kami masuk, anak-anak asuh di dalam ruangan memandang kami dengan tatapan ramah dan bersahabat. Nampaknya mereka memang sudah sering berinteraksi dengan pengunjung yang datang, sehingga tak lagi ada rasa sungkan ketika kami mulai mengajak mereka berkenalan, bercakap-cakap, dan bersenda gurau. Canda, tawa, dan rasa cinta menyertai kebersamaan kami kala itu. Setelah sekitar 30 menit bercakap-cakap dengan anak-anak, kami pamit untuk pulang.
Kebersamaan kami dengan anak-anak asuh di ruang bermain
Saat berjalan menuju kantor panti di bagian depan gedung, kami melewati tempat bermain luar ruangan untuk anak-anak asuh, dilengkapi mainan yang terawat, bersih, serta relatif aman untuk mereka. Kesan yang kami dapat setelah menelusuri hampir seluruh ruangan panti adalah, segenap petugas yang bekerja di panti sangat memperhatikan kebersihan area panti, lantainya bersih dari noda-noda jejak sepatu, sarana dan prasarananya dalam keadaan terawat, serta perabotnya tertata apik.
Sesampainya kami di kantor panti, saya menyerahkan bantuan berupa susu formula, bubur bayi, popok, dan kebutuhan lain kepada petugas. Sebagai ungkapan terima kasih, pihak panti memberikan kami sebuah surat yang ternyata merupakan sertifikat kunjungan. Di perjalananan pulang kami terdiam, tenggelam dalam pemikiran masing-masing. Memang sudah menjadi hal lumrah bagi saya sebagai umat manusia, sangat mudah untuk menemukan kekurangan dan sulit melihat kelebihan dari suatu hal. Namun ketika melihat anak-anak asuh di panti yang matanya tetap berbinar dan senyumnya tetap merekah di tengah cobaan hidup yang sedang mereka jalani, saya seperti diingatkan bahwa sudah seharusnya kita mensyukuri apa yang kita miliki, bukan menyesali apa yang tidak kita miliki. Saya memutar kembali ingatan saya, mengingat hal-hal berharga yang saya miliki, dan ternyata tak terhitung! Mengutip sebuah kalimat dari sumber yang tidak diketahui, “Yang berharga tak selalu tercantum harga”.