Senin, 18 Juni 2018

Bye, fat. I won't miss you (Part 1)

Assalamualaykum happy people..... Minal aidin wal faidzin yaaa, mohon maaf lahir dan bathin :) Lamaaa betul aku ga nulis. Ya ini karena disambil nyicilin tugas kuliah yang ga nyantai, persiapan UTS, dan lagi banyak acara di sekolah tempat aku ngajar juga. Nah mumpung masih edisi leyeh-leyeh club lebaran jadi alhamdulillah ada cukup banyak waktu buat nulis, aku pengen banget sharing sedikit tentang goal aku yang kesampaian (alhamdulillah) di tahun ini. Let's read guys :) Jadi aku tuh suka banget lihatin foto-foto jadul keluargaku bareng ibu sambil cerita-cerita kapan foto itu diambil, cerita di balik foto-foto itu, dan sebagainya. Dari sekian banyak foto masa kecil aku, memang aku ga nemuin at least 1 foto dimana body aku kelihatan kurus > < Jadi memang dari kecilnya, aku tuh bodynya gempal berisi gitu, kalau menurutku sih bagus ya anak kecil bodynya berisi, jadi kelihatan sehat (berisi ya, ga sampai obesse kok :) ) Tapi ternyata "keberisian" bodyku nih awet kayak pakai formalin sampai dewasa, terlebih ada masa-masa dimana aku "gila" junkfood, kalau ga salah waktu sekolah SMK, di masa itu aku sering ngemilin pizza sampai 1 box yang ukuran large itu sendirian :( , addict banget sama ayam goreng tepung sampai-sampai 1 minggu bisa 3x makan itu. Terus ini hati mulai risih ketika ada beberapa orang yang manggil dengan sebutan "ibu". Contohnya misal pegawai minimarket: "Ada lagi tambahannya, Bu?" WHATTT?! kesel aja sih gitu rasanya dalam hati teriak-teriak "Helloooo gue tuh masih muda, Bu Bu aje lo". Kalau udah bete gitu biasanya aku curhat sama ibu. Dan you know sudah dari dulunya aku branding ibu sebagai "obat penenang" dan "malaikat pelindung", ketika nanggapin ceritaku ibu cuma bilang "Ya bagus dong dipanggil ibu, kan kamu emang calon ibu-ibu, daripada dipanggil bapak, lebih kesel mana hayo?" -__- Sangat positif ibunya. Selain dipanggil "ibu" dengan frekuensi yang lumayan sering, aku juga sering kena body shaming dari teman dan bahkan saudara, terutama kalau lagi momen kumpul keluarga. Misalnya "Pipit tambah gede aja badannya". Nah ini nusuk sih, apalagi kalau diucapinnya di depan orang banyak. Bukan ga pernah nyoba nurunin berat badan, mulai dari rutin jogging tiap minggu, ganti makan nasi pake oat, sampai ganti camilan pakai superfood macam granola dkk. Setiap 3 hari sekali nimbang dan ga ada penurunan, malah penyakit masa kecil; "asam lambung" jadi sering ngunjungin. Dan aku bertahan dengan body gempalku ini sampai akhir tahun 2017, ketika menjelang awal tahun 2018, di depan tempat kerjaku ada toko baru mau dibuka dan bagi-bagiin brosur, aku emang anaknya gitu, kalau dapat brosur pasti dibaca-baca dulu isinya tentang apa, ya siapa tau next time butuh. Eh ternyata brosur yang dibagiin itu tentang minuman herbal penurun berat badan, kalau teman-teman pernah dengar itu nama produknya herbalife. Itu brosur + slogan-slogannya menarik banget buat si pemilik tubuh gempal ini, gimana enggak? Kata "diet" yang tadinya terkesan "menyeramkan" dan "ribet" jadi terbayang menyenangkan dan mudah kalau pakai produk herbalife. Jadilah aku semangat banget nanya-nanya tentang herbalife. Dan ketika tau langsung shock + sedih... huhuhu... harga produk herbalife cenderung maharani kalau menurutku, buat 1 bulan treatmentnya bisa ngehabisin biaya kurang lebih Rp. 1.500.000an. Belum memungkinkan buatku beli produk herbalife karena gajiku juga harus ditabung untuk biaya kuliah S2. Alhasil ketika 1 lingkungan tempat kerjaku demam produk herbalife, aku ga terjangkit, padahal keinginan buat diet ini sudah ON lagi. Aku pikir semangat diet yang sudah naik ini ga boleh disia-siakan, googlinglah aku tentang metode diet yang simple dan ga butuh biaya banyak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Assalamualaikum.. halo everyone Let me introduce myself first. My name is Fitria Lusanda and you can call me Ms Fitria or Ms Fit, as you lik...